Oleh : Aji Susanto
Pemuka-pemuka
negeri yang tak berdiri didepan, mereka berada dalam layar-layar televise
atau media lain untuk suarakan politik-politik ala mereka. Ini saatnya
Kaum – kaum Intelligentsia harus bertindak , mereka harus bebas diantara
arus-arus masyarakat yang kacau, tetapi
tidak melepaskan fungsi
sosialnya yakni bertindak sesuai fungsi
sosialnya ketika keadaan makin mendesak. ketika dengar boleh kata Soe Hok Gie
dengan relevansinya bersama keadaan negeri hari ini. (Bekasi, 2 Februari 2014).
Indonesia
sekali lagi masuk dalam lubang kotak perpolitikan yang wajib dijalankan semua
rakyatnya, Pemilu sebagai ajang demokrasi-nya Indonesia akan digelar. Gong
ditabu dan gemuruh kompetisi mulai disuarakan dari partai-partai merah garang
sampai merah kemudaan, sibuk cari suara untuk maju ke RI 1 atau wakil-wakil
rakyat dilegislatif. Saya tak berpikir janji atau memang harapan nyata dengan
upaya keras untuk peralamannya dengan suara – suara lantang dikumandangkan
diberbagai media. Sorotan-sorotan lampu coba ditunggangi demi satu kepentingan,
tidak mengerti ini kebenaran atau keuangan yang diperjuangkan.
Politik kini bukan satu yang tabu untuk
diperbincangkan mulai dari dikaki warung kopi sampai dengan dikursi-kursi wakil
rakyat, Indonesia memang siapkan ladang baru untuk songsong keindahan kemajuan
dan kesejahteraan rakyat bumi pertiwi sebagai idaman dan cita-cita sejak
founding father hingga era-kini dan disini. Namun, kami menyesal ketika bilang
mereka hanya sibuk cari kekuasaan dan kekuasaan adalah kemenangan dengan cara
pun walau dengan memangsa manusia sesama. Berpegang pada prinsip, atau akan
mengalir terbawa arus - arus kekacauan.
Tercatat
seorang wakil rakyat menteri perdagangan
rela mundur karena akan focus dikarir politiknya sebagai peserta pencalonannya
sebagai Presiden dan kepentingan golongan atau partainya. Ditengah terjangan
isu miring terkait dengan posisi yang dipegang sebelumnya ( Mendag ) impor besar
beras illegal, sangat sulit untuk menahan stigma-stigma negatif dengan
kenyataan mundurnya beliau dari kursinya. Terhitung berita panas ini sejak
ditetapkan mundurnya tanggal 1 februari 2014 (Sabtu) belum juga menemui titik
kebenaran, banyak yang beranggapan positif dan suarkan dukungan untuk
pencalonan beliau. Sama seperti rekan perjuangan di DPR, Ketua DPR ( MA )
beranggapan ternyata memang ini ujian sebagai calon Presiden untuk menentukan
kompetensinya, mulai dari konvensi dan sebagai penyambung lidah rakyat, nyata
program ini tidak bertolak belakang malah sinergi buat rakyat-rakyat juga
akhirnya. Sekali dayung dua ,tiga kepentingan terkepal ditanggan cara berpikir
yang sangat visioner tapi tetap tak berlatarbelakang jelas juga terlihatnya. Seorang
Ketua yang memang dengan sindiran tegasnya ini , coba meninggikan tapi kemudian
menjatuhkan bawahannya yang sangat disayangkan pergi dari tanggung jawabnya
yang masih carut-marut keadaannyadan kaya akan perkara seperti salah satu yang
baru terjadi dan tersebut diatas.
Para
Pemuka tak lagi berdiri didepan, mereka lebih asyik berakting untuk tinggikan
elektabilitas sebagai calon-calon boneka penguasa negeri ini. Kalau sudah nasi
terendam terlalu banyak air jadilah ia bubur, maka kini tinggal bergerak menjualnya
dipagi hari supaya tidak amat terdampak kerugiannya. Analogi milik saya untuk
perbaiki tatanan negeri ini. Jangan biarkan mereka terlelap , biarkan mereka
nyaman demi pembaharuan tapi tidak dengan ketamakan dan kekuasaan. Bergerak dan
cerdaskan rakyat yang masih amat statis untuk hadapi kedinamisan
politik-politik praktis milik partai merah garang hingga kemudaan. Mereka bukan
alat untuk permainan, maka ini saatnya kaum-kaum Intelligentsi membuka mata dan
tabuh kenderang perang untuk kelaliman. Tugas social menjadi tanggungjawab
seorang intelligentsia adalah mengeluarkan pemikiran-pemikiran positif dan
mengubah nya menjadi doing yang juga
tetap sinergis dari pemikiran, ketika kaum Intelligentsi tetap berdiam dalam
keadaan seperti ini sama artinya dengan melunturkan jiwa-jiwa kemanusiaan
mereka sendiri. Batu kerikil tak lebih menyakitkan ketika tertancap di banding
dengan ucapan kebenaran yang teramat mahal harganya, maka hormatilah.
#Opini–INTELLIGENTIKA—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar