Senin, 31 Desember 2012

Teori Kebutuhan Maslow dan Keberagaman Sifat



Dalam konteks komunikasi pemasaran, ada banyak topik yang perlu diperhatikan demi suksesnya tujuan dari pemasaran itu sendiri. Tidak hanya berkutat pada penyempurnaan produk, pengenalan produk kepada khalayak, hingga penyusunan konsep iklan persuasif untuk diudarakan di media. Sebelum beranjak pada permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen. Seperti kita ketahui bahwa terciptanya sebuah produk tentu dengan tujuan agar produk tersebut akan diterima oleh konsumen. Sesempurna apapun sebuah produk apabila tidak ada yang mengkonsumsi, produk tersebut bisa dikatakan gagal.
Oleh karena itu betapa pentingnya mengetahui seluk-beluk kebutuhan konsumen. Dalam hal ini, bisa merujuk pada teori kebutuhan Abraham Maslow. Teori ini pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkatan kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex.
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual.
3. Kebutuhan Sosial (social needs), seperti: memiliki teman, kasih sayang.
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status seperti: penghargaan, pujian dan hadiah.
5. Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Teori ini juga menyatakan bahwa untuk menuju tingkatan yang lebih tinggi, manusia harus memenuhi kebutuhan pada tingkat yang paling dasar terlebih dahulu. Bisa dianalogikan dengan seseorang yang ingin mendapatkan rasa aman dengan membuat rumah, dia harus memenuhi dahulu kebutuhan akan makan sebagai sumber energi untuk aktifitas membuat rumah.
Kelemahan teori ini adalah ketidak relevanan pernyataan “bahwa untuk menuju tingkatan yang lebih tinggi, manusia harus memenuhi kebutuhan pada tingkat yang paling dasar terlebih dahulu” dengan keunikan sifat manusia yang sangat beragam. Salah satu contohnya adalah ketika Abu Dzar mengaktualisasikan diri tanpa melewati empat tingkatan di bawahnya. Dia adalah salah satu sahabat Nabi yang ikut serta dalam Perang Tabuk, dimana lokasi Tabuk sangat jauh dari Madinah, ditambah lagi perbekalan yang minim.. Dalam perjalanan, dia tercecer beberapa mil di belakang rombongan dengan Unta yang sekarat dan tanpa bekal. Akhirnya dia meninggalkan untanya dan memikul sendiri muatannya untuk menyusul rombongan Nabi di depan. Di tengah perjalanan, dia hampir mati dan beruntung sekali tak lama kemudian menemukan sumber air sisa-sisa air hujan. Namun tiba-tiba dia berfikir tidak akan meminumnya sebelum sahabatnya, Nabi Muhammad meminumnya terlebih dahulu. Segera, dia isi kantong kulitnya dengan air dan memikulnya untuk dibawa menyusul rombongan. Saat mendekat, Nabi melihat Abu Dzar sudah sangat kelelahan dan akan rubuh, sehingga beliau langsung memerintahkan untuk memberinya minum, tapi Abu Dzar menjawab bahwa dia mempunyai air. Sontak Nabi kaget dan bertanya kenapa dia tidak meminumnya, Abu Dzar menjawab bahwa dia tidak akan meminumnya sebelum Nabi terlebih dahulu.
Dari kejadian itu, jelas Abu Dzar telah mencapai aktualisasi diri tanpa melewati tingkatan dibawahnya. Abu Dzar tidak membutuhkan terpenuhinya kebutuhan biologis dalam hal ini minum, bahkan dia rela mati, ia tidak membutuhkan pengakuan sosial, tercecerpun ia tidak putus asa, ia tidak membutuhkan pengakuan terhadap kemampuannya, tidak membutuhkan dukungan dari orang lain yang akan membuatnya percaya diri. Abu Dzar menemukan cara yang lebih cepat dan sederhana untuk mencapai aktualisasi diri, yaitu dengan mencintai Nabi. Dia membuktikan bahwa Teori Maslow tidak selamanya bisa menjelaskan keberagaman sifat manusia.
Referensi:
http://chalzone.multiply.com/journal/item/26/According_to_Mr._Maslow...
http://syiar.net
http://bocah.moratmarit.com/2009/08/teori-abraham-h-maslow-teori-kebutuhan.html
http://safarila.blog.friendster.com/2008/11/kebutuhan-menurut-abraham-maslow
http://ictmerdeka.or.id/index.php/pusat-artikel/36-public-area/81-teori-hierarki-kebutuhan-maslow-abraham-maslow-ilmu-ekonomi.html
http://komunikasik.blogspot.com/2010/03/teori-kebutuhan-maslow-dan-keberagaman.html

Sabtu, 22 Desember 2012

ANALISA KEUANGAN MODERN

non_sisca Sun, 06 May 2007


Umat manusia yang kurang men-syukuri.
Apalah artinya kejujuran ? Itu hanya suatu perbedaan persepsi ; suatu beda pendapat. Seseorang tidak akan malu mencuri. Dia tidak malu berbohong. Yang penting bagi mereka adalah dari siapa mereka mencuri atau pada siapa mereka berbohong. Itulah beda sudut pandang-nya. Hal itu dapat menunjukkan kelebihan yang ini dari yang itu. Kalau saja makhluk2 malang ini mendapatkan pendidikan .... Ehm, ... ketahuilah. Pendidikan itu terkadang mengajarkan pada orang, banyak hal tak berguna. Maksud saya, tak ada yang bisa mengubah dasar kita. Maksud anda ? Yah, maksud saya, umpama nya, bila seseorang adalah pencuri, dia tetap saja pencuri. (diam) Ng...sepertinya saya salah omong, ya ? Yah, saya sependapat dengan itu ---dari segi yang berlawanan. Seseorang itu pada dasarnya jujur atau tidak jujur. Itu tak bisa disangkal. Jadi, anda tidak sependapat bahwa suatu godaan, umpama nya, bisa mengubah orang yang jujur menjadi penjahat ? Tak mungkin. Hm. Saya rasa tak bisa dikatakan tak mungkin. Soalnya banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan. Ada pula apa yang dinamakan titik perubahan, umpamanya. Apa yang anda nama kan titik perubahan itu ? Otak kita dibiasakan menanggung sejumlah beban. Hal yang mempercepat krisis itu -- yaitu yang mengubah seorang yang jujur menjadi tidak jujur -- mungkin kecil sekali. Kebanyakan kelihatannya tak masuk akal. Ehm, anda sudah bicara psikologi. Sekira nya seseorang menguasai psikologi, dia pasti hebat. Bayangkan kalau dari sepuluh orang yang kita jumpai, setidaknya sembilan orang di antaranya bisa dipengaruhi untuk berbuat seperti yang kita kehendaki, dengan cara menggunakan perangsang yang tepat. Misalnya,... ada orang yang mudah digertak. Berteriaklah cukup keras pada nya, maka dia akan mematuhi kita. Ada orang yang pelawan. Gertak dia untuk melakukan yang sebaliknya dari apa yang kita inginkan. Lalu ada pula orang yang mudah dipengaruhi ; Ini tipe yang paling biasa. Mereka yakin sudah melihat motor, karena mereka telah mendengar klaksonnya ; mereka yakin melihat pengantar surat karena telah mendengar kotak surat berbunyi ; mereka melihat pisau karena kata orang ada orang yang ditikam ; atau yang mengatakan mendengar suara pistol bila dikatakan pada nya bahwa ada orang yang ditembak. Atau dengan kata lain, pikiran yang sudah ditanamkan bisa menipu alat2 indera. Seperti kata Shakespeare, rasanya seolah2 sedang mencoba meyakinkan diri sendiri. Semangat Kejujuran !!! Jangan salah menilai diri sendiri, otak cemerlang....dan lebih2 lagi......punya hati. Seperti Plotinus menyebutkan, segala sesuatu menyimpan sepercik misteri Ilahi. Kita melihatnya berkilau dalam sekuntum bunga matahari ataupun bunga melati. Kita semakin merasakan misteri yang tak terselami ini pada seekor kupu2 yang terbang dari satu dahan ke dahan lain -- atau pada seekor ikan mas yang berenang dalam sebuah mangkuk. Tapi kita paling dekat dengan Tuhan dalam jiwa kita. Hanya di sana kita dapat menjadi satu dengan misteri terbesar kehidupan. Sesungguhnya, jarang sekali kita dapat merasakan bahwa kita sendirilah misteri itu. Jadi, kita ini orang2 miskin semua ? Tepat. Perasaan senasib yang membuat kita jadi berbaik hati. ****************************************************** Milis Filsafat Posting : filsafat@yahoogroups.com

Jumat, 21 Desember 2012

Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan



Posted by Blog Proletar


Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan

salah satu karya Soe Hok Gie tentang pemberontakan PKI di Madiun ini dianyam demikian rupa seakan-akan kita membaca sebuah novel sejarah dramatis yang menegangkan. Tapi penulisnya cukup hati-hati untuk tetap bersikap objektif dalam analisisnya hingga fakta sebagai “suatu yang suci” dalam bangunan sejarah tetap ditempatkan dalam posisi yang terhormat.

“Engkau tahu siapa saya? Saya Musso. Engkau baru kemarin jadi prajurit dan berani meminta supaya saya menyerah pada engkau.
Lebih baik meninggal dari pada menyerah, walaupun bagaimana saya tetap merah putih.” Karena prajurit ini memang tidak bermaksud menembak mati Musso, ia lari ke desa di dekatnya. Sementara itu pasukan-pasukan bantuan di bawah Kapt. Sumadi telah datang. Musso bersembunyi di sebuah kamar mandi dan tetap menolak menyerah. Akhirnya ia ditembak mati. Mayatnya dibawa ke Ponorogo, dipertontonkan dan kemudian dibakar.

Edisi pertama buku ini diterbitkan oleh Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta pada Januari 1997.

Di Bawah Lentera Merah adalah buku karangan Soe Hok Gie yang menarasikan satu periode krusial dalam sejarah Indonesia yaitu ketika benih-benih gagasan kebangsaan mulai disemaikan, antara lain lewat upaya berorganisasi. Melalui sumber data berupa kliping-kliping koran antara tahun 1917-1920-an dan wawancara autentik yang berhasil dilakukan terhadap tokoh-tokoh sejarah yang masih tersisa, penulisnya mencoba melacak bagaimana bentuk pergerakan Indonesia, apa gagasan substansialnya, serta upaya macam apa yang dilakukan oleh para tokoh Sarekat Islam Semarang pada kurun waktu 1917-an.

Di bawah pimpinan Semaoen, para pendukung Sarekat Islam berasal dari kalangan kaum buruh dan rakyat kecil. Pergantian pengurus itu adalah wujud pertama dari perubahan gerakan Sarekat Islam Semarang dari gerakan kaum menangah menjadi gerakan kaum buruh dan tani. Saat itu menjadi sangat penting artinya bagi sejarah modern Indonesia karena menjadi tonggak kelahiran gerakan kaum Marxis pertama di Indonesia.

Pertimbangan lain mengapa Di Bawah Lentera Merah menjadi penting adalah karena buku ini memotret bagaimana gagasan transformasi modernisasi berproses dari wacana tradisional ke wacana modern. Lebih khusus lagi Soe Hok Gie, melalui buku ini, mengajak kita mencermati bagaimana para tokoh tradisionalis lokal tahun 1917-an mencoba menyikapi perubahan pada abad ke-20 yang dalam satu dan lain hal, punya andil menjadikan wajah bangsa Indonesia seperti sekarang ini.

Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta tahun 1999.

Catatan Seorang Demonstran (atau Catatan Harian Seorang Demonstran) adalah buku harian seorang aktivis mahasiswa bernama Soe Hok Gie yang diterbitkan pada tahun 1983. Buku ini sempat tampil sebentar dalam salah satu adegan film Ada Apa dengan Cinta? dan kemudian diangkat ke layar lebar dengan sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana. Saat film tahun 2005 tentang kehidupan Soe Hok Gie, Gie, diputar, buku ini diterbitkan ulang dengan sampul depan yang menunjukkan wajah Nicholas Saputra, yang berperan sebagai Soe Hok Gie dalam film tersebut.

PERUBAHAN



Ketika perubahan merubah diri ini, maka kenangan yang akan menjadi parameter tersendiri.
Dimana dahulu lingkungan itu seperti anjing yang menggonggong dengan perkasanya,merebut wilayah dengan sekelompok orang yang tak berbelas kasih, menindas si lemah berteman dengan yang kuat. merasa bahagia diatas penindasan orang tak bernyali.

Dan sekarang makhluk di jasad ini sepertinnya dengan amat tenang dan berani melawan goresan pedang. hingga tak takut terasingkan asalkan idea ini selalu kubawa.

Maaf ibu, maaf bapak, maaf teman, maaf semuanya. mungkin kalian pikir ini arogansi. bagiku ini adalah jiwa yang membara, tak tahu sampai kapan akan padam. semua akan berjalan sesuai dengan waktunya, hingga pada akhirnya apakah kondisi yang bisa mengalahkan pemikiran ini, atau kematian yang akan mengalahkannya.


Berbahagialah bagi mereka yang belum tahu. Berjuanglah bagi mereka yang sedikit tahu.
Dan sial lah bagi mereka yang tidak pernah mau tahu. Karena semua ini hanyalah kemungkinan kemungkinan








By : Ramanda Ade Putra  http://fdkm.blogspot.com/2012/06/perubahan.html

PERANG GOIB KAMPUS WONG ALUS MELAWAN NEGERI ZIONIS ISRAEL


LATAR BELAKANG
Israel menyerang Jalur Gaza. Negeri Zionis itu mengancam akan meningkatkan serangan udara yang lebih mematikan ke Gaza. Ancaman itu dilontarkan Menteri Israel Urusan Militer, Ehud Barak. Ia mengatakan negeranya akan menimbang beberapa pilihan guna menghukum Palestina, salah satunya menyerang Gaza. Selama dua hari terakhir, milter Israel (IDF) telah mengevaluasi sejumlah pilihan untuk menanggapi lebih keras terhadap Hamas dan organisasi lainnya di Gaza. Kami akan menyerang dengan sebuah peningkatan intensitas,” ancamnya seperti dikutip dari Press TV, Senin (12/11).
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu juga memperingatkan eskalasi serangan negaranya melalui jalur pantai. “Angkatan Darat akan bertindak tegas terhadap organisasi di Jalur Gaza. Mereka akan menerima pukulan kuat dari tentara kami,” tegas Netanyahu. Dalam beberapa terakhir, Israel terus menggempur Gaza. Intensitas serangan udara ke Gaza terus ditingkatkan Israel.
Dalam kurun waktu 48 jam, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya enam warga Palestina dan hampir 45 warga lainnya terluka. Saat ini, kondisi beberapa korban yang terluka sedang kritis. Serangan militer Israel ke Gaza sudah tak terhitung. Negeri Zionis tersebut mengklaim serangan ke Gaza adalah serangan balasan dari pejuang Palestina yang lebih dulu menyerang. Namun, langkahnya itu justru menyebabkan banyak warga sipil tidak berdosa menjadi korbannya.
RENCANA:
Sebagai bagian dari masyarakat internasional yang ingin agar terwujud perdamaian dan keamanan dunia, maka dengan ini KAMPUS WONG ALUS mengutuk keras serangan Israel tersebut dan dengan ini kami mengajak kepada seluruh sedulur, sesepuh dan simpatisan KWA untuk mengadakan doa bersama sekaligus Serangan Goib.
SASARAN/TARGET;
1. Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu
2. Menteri Israel Urusan Militer, Ehud Barak
SENJATA PERANG GOIB:
Semua amalan wirid hizib asmak ajian yang sudah diijazahkan di KAMPUS WONG ALUS.
JADWAL:
Serangan Goib akan dilakukan secara bergelombang selama 3 Hari. Hari Selasa, 20 November 2012 pukul 21.00 WIB,
Hari Rabu, 21 November 2012 pukul 21.00 WIB dan
Hari Kamis, 22 November 2012 pukul 21.00 WIB.
Secara serentak pada Jam dan tanggal itu kita di rumah, di masjid, di mushola atau dimanapun tempatnya melakukan serangan Goib ke target dan sasaran.
Kita kobarkan semangat Jihad agar dua orang penentu kebijakan Israel itu lebih menghormati dan tidak semena-mena menginjak harkat dan martabat kemanusiaan.
Demikian pengumuman dari kami. Salam persaudaran. Rahayu kang sami pinanggih. Wassalamualaikum wr wb.
Hormat saya
Wongalus

SUMBER PUSTAKA : http://wongalus.wordpress.com/2012/11/19/perang-goib-kampus-wong-alus-melawan-negeri-zionis-israel/

Hari Ibu momentum kebangkitan perempuan







Seorang wanita membubuhkan tanda tangannya sebagai bentuk dukungan terhadap program "Mom get Mom, Satu Ibu Ajak Lima Ibu Sehatkan Indonesia", saat berlangsung aksi memperingati Hari Ibu di Semarang, Jateng, Selasa (22/12). (ANTARA/R. REKOTOMO)

London (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris dan Republik Irlandia Hamzah Thayeb mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda untuk memaknai Hari Ibu sebagai kebangkitan persatuan dan kesatuan gerak perjuangan kaum perempuan yang tak terpisahkan dengan perjuangan bangsa Indonesia.

Dubes Hamzah menyampaikan hal itu dalam acara Perayaan Hari Ibu ke-84 dan sekaligus HUT DWP ke-13 Tahun 2012 yang diadakan di Ruang Crutacalla KBRI London, Jumat sore waktu setempat.

Dubes Hamzah Thayeb yang membacakan sambutan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak RI Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan, kiprah perempuan Indonesia dapat dilihat dari berbagai peran dan sisi strategis.

"Hal ini menunjukkan bahwa perempuan Indonesia merupakan sumber daya yang potensial yang apabila diberi peluang dan kesempatan akan maju," ujarnya.

Menurut Dubes, perempuan Indonesia kini adalah perempuan yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki laki sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, setiap warga memiliki hak dan kewajiban yang sama tampa terkecuali.

Peringatan Hari Ibu yang difokuskan pada tema Peran Perempuan dan Laki laki dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan menuju kesejahteraan bangsa.

Dubes Hamzah Thayeb secara khusus menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada seluruh anggota DWP KBRI London atas dukungan dan sumbangsih dalam mensukseskan berbagai kegiatan KBRI khususnya pada saat Presiden SBY berkunjung ke Inggris atas undangan Ratu Elizabeth.

Upacara Hari Ibu dan HUT Dharma Wanita yang dihadiri seluruh anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI London diisi dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan mengheningkan Cipta yang dipimpin Dubes Hamzah Thayeb.

Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan KBRI London Ny Lastry H Thayeb membacakan sambutan Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan Pusat Ny Nila F Moeloek yang antara lain mengatakan program kerja DWP diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas sumber daya anggota.

Peran aktif anggota semakin jelas baik sebagai pendamping suami maupun sebagai ibu dan sebagai warga masyarakat yang mengetahui hak dan kewajibannya.

Dikatakannya program Milenium Development Goals (MDGs) dengan delapan tujuannya yaitu eradikasi kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, penurunan Aki dan Aka, pemberantasan penyakit menular, lingkungan dan kerjasama global, dimana Indonesia ikut meratifikasikan untuk mencapai target pada 2015.

Peringatan HUT Dharma Wanita dan Hari Ibu juga diisi dengan menyanyikan Hymne DWP dan Mars DWP, serta pembacaan naskah Pancasila, dan naskah UUD 1945, sejarah singkat Hari Ibu oleh Ny. Irna Dian Rae dan dilanjutkan dengan pemotongan Tumpeng oleh Dubes Hamzah Thayeb dan Ibu Lastry Thayeb.

Kemudian pemberian penghargaan serta perlombaan merangkai bunga dan pemilihan wanita berbusana terbaik dilanjutkan dengan arisan dan tombola, serta persembahan kontemporer oleh Ny. Oemi dan dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan malam.

(ZG)

Editor: Suryanto

COPYRIGHT © 2012

G-30-S , LANGKAH AWAL, REZIM SOEHARTO



“Aksi G-30-S adalah riak kecil di tengah Samudera besar revolusi Indonesia” Ir. Soekarno

Sampai tahun 1965, kedudukan Soekarno sebagai presiden tidak tergoyahkan. Soekarno adalah satu-satunya pemimpin nasional yang paling terkemuka selama dua dasawarsa lebih, yaitu sejak ia bersama pemimpin Nasional lain, Mohammad Hatta, pada 1945 mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Ia satu-satunya presiden negara-bangsa baru, Indonesia. Dengan karisma, kefasihan lidah, dan patriotismenya yang mengelora, ia tetap sangat populer di tengah-tengah semua kekacauan politik pasca kemerdekaan. Kemudian peristiwa G-30-S (gerakan 30 September 1965) merubah segalanya, menandari awal berakhirnya masa kepresidenan Soekarno sekaligus bermulanya masa kekuasaan Suharto.



Pada dasarnya G-30-S merupakan suatu peristiwa yang relatif berskala kecil di Jakarta dan Jawa Tengah yang sudah berakhir paling lambat 3 Oktober 1965, bersifat tertutup, dan masyarakat umum hampir tidak mempunyai pengetahuan langsung mengenainya. Secara keseluruhan G-30-S telah membunuh 12 orang. Jika bagi Presiden Soekarno aksi G-30-S itu sendiri disebutnya sebagai “riak kecil di tengah Samudera besar revolusi Indonesia”, sebuah peristiwa kecil yang dapat diselesaikan dengan tenang tanpa menimbulkan guncangan besar terhadap struktur kekuasaan, namun bagi Soeharto peristiwa itu merupakan tsunami pengkhianatan dan kejahatan yang menyingkapkan adanya kesalahan yang sangat besar pada pemerintahan Soekarno. Suharto menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) mendalangi G-30-S dan selanjutnya menyusun rencana pembasmian terhadap orang-orang yang terkait dengan partai itu, baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Hanya rezim Suharto saja yang seolah-olah mampu melihat kebenaran peristiwa tersebut. Sehingga sekarang peristiwa G-30-S lebih dikenal dengan sebutan G-30-S/PKI.

Bagi kalangan sejarawan, G-30-S tetap merupakan misteri. Versi rezim Suharto –bahwa G-30-S adalah percoban kudeta PKI- tidak cukup meyakinkan. Sukar dipercaya bahwa partai politik yang beranggotakan orang sipil semata-mata dapat memimpin sebuah organisasi militer. Bagaimana mungkin orang sipil dapat memerintah personil militer untuk melaksanakan keinginan mereka? Bagaimana mungkin sebuah partai yang terorganisasi dengan baik, dengan reputasi sebagai partai yang berdisiplin tinggi, merencakan tindakan amatiran semacam itu? Mengapa partai politik dengan pendukung tiga juta orang lebih yang sedang tumbuh kuat di pentas politik terbuka memilih aksi konspirasi? Ada dua pertanyaan yang kontradiksi disini mengenai siapa yang mendalangi G-30-S tersebut, apakah para perwira militer itu bertindak sendiri, sebagaimana yang mereka nyatakan, dan kemudian mengundang atau bahkan menipu beberapa tokoh PKI agar membantu mereka? Ataukah, justru PKI yang menggunakan sementara perwira militer ini sebagai alat pelaksana rencana mereka, sebagaimana yang dikatakan Suharto?

G-30-S dikenal dengan tujuannya yakni melakukan kudeta, merebut kekuasaan negara. Namun, gerakan 30 september tidak mempunyai perlengkapan yang hampir selalu dipakai oleh para perancang kudeta di sepanjang paruh waktu abad ke 20 : tank. Seluruh kekuatan G-30-S terdiri dari tentara infanteri bersenjata. Jumlah tentara yang terlibat pun sangat kecil jika dibandingkan dengan seluruh jumlah pasukan yang ada di dalam kota. Dari sudut kekuatan militer, G-30-S jelas tidak cukup menggentarkan untuk dapat mengalangi pasukan lawan yang menyerangnya,apalagi sampai melakukan kudeta. Jika tujuan mereka adalah kudeta, mereka seharusnya mengepung atau menduduki markas besar (seperti Kodam Jaya dan Kostrad Jakarta), dan menempatkan detasemen-detasemen dekat pemusatan-pemusatan barak-barak militer utama. Mereka juga seharusnya sudah membangun pos-pos pemeriksaan di jalan menuju Jakarta untuk menghalangi pasukan-pasukan dari luar kota memasuki kota. Semuanya tidak mereka lakukan. Jadi, mengingat jumlah pasukan yang terlibat kecil, penyebaran pasukan yang tidak berpengaruh, dan tidak ada tank , G-30-S tampaknya tidak dirancang untuk merebut kekuasaan negara, gerakan ini tampak dirancang sebagai pemberontakan para perwira muda terhadap sekelompok perwira senior.

Kontradiksi dengan pernyataan-pernyataan di atas. Pada film buatan pemerintah dengan judul “Penghianatan Gerakan 30 September/PKI” (1984), diceritakan bahwa para organisator G-30-S sebagai sekumpulan konspirator-konspiratir licik yang kejam yang merencanakan setiap gerak-geriknya sampai seluk-beluk terakhir, yang tujuannya adalah merebut kekuasaan negara. Film sepanjang empat jam yang melelahkan ini juga bercerita mengenai penculikan dan pembunuhan tujuh perwira Angkatan Darat di Jakarta yang menjadi tontonan wajib setiap tahun bagi anak-anak sekolah dulu. Film ini diputar pada malam hari sebelum tanggal 1 oktober dan semua stasiun pemerintah diwajibkan menyiarkan film buatan pemerintah ini. Selain film, pemerintahan Suharto membangun Monumen Pancasila Sakti pada tahun 1969 dan Museum Penghianatan PKI pada tahun 1990. Di bawah Suharto, antikomunisme menjadi agama negara, dengan segala situs, upacara, dan tanggal-tanggalnya yang sakral. Rezim Suharto terus menerus menanamkan peristiwa itu dalam pikiran masyarakat melalui semua alat propaganda negara : buku teks, monumen, nama jalan, film, museum, upacara peringatan, dan hari raya Nasional.

Gerakan 30 September dilihatnya sebagai tembakan salvo pembuka dari PKI untuk revolusi sosial. Dalam membangun ideologi pembenaran bagi kediktatorannya, Suharto menampilkan diri sebagai juru selamat bangsa dengan menumpas G-30-S. Catatan resmi tidak pernah menyebut pembunuhan massal. Dalam memoarnya Suharto menulis bahwa strateginya adalah “pengejaran, pembersihan, dan penghancuran”. Ia tidak memberi tahu pembaca bahwa ada orang yang tewas pada film itu. Namun, telah ditemukan dua surat kabar Amerika Serikat yang menyatakan bahwa sampai pertengahan 1966 telah terjadi pembunuhan massal sekitar 500.000 orang yang dimulai sejak meletusnya G-30-S PKI.

Suharto menggunakan G-30-S sebagai dalih untuk merongrong legitimasi Soekarno, sambil melambungkan dirinya ke kursi kepresidenan. Pengambil alihan kekuasaan oleh Suharto secara bertahap, yang dapat disebut sebagai kudeta merangkak, dilakukannya dibawah selubung usaha untuk mencegah kudeta. Kekerasan yang terjadi pasca G-30-S memiliki tujuan untuk membangun sebuah rezim baru, ketimbang reaksi wajar terhadap G-30-S. Suharto dan para perwira tinggi Angkatan Darat lainnya menggunakan G-30-S sebagai dalih untuk menegakkan kediktatoran militer di negeri ini. Mereka perlu menciptakan keadaan darurat nasional dan suasana yang sama sekali kacau jika hendak menumbangkan seluruh generasi kaum nasionalis dan menyapu bersih cita-cita kerakyatan presiden Soekarno. Akhirnya Maret 1967, setelah satu setengah tahun Soekarno kehilangan kekuasaan efektifnya, Suharto naik ke tampuk kekuasaan menjadi presiden Republik Indonesia.

Sumber :

John Roosa. 2008. Dalih Pembunuhan Massal : Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. Jakarta : Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra.

Krisis Kepercayaan




Dijaman yang boleh dibilang amburadul ini hampir semua orang merasakan krisi kepercayaan, mempercayai orang sama saja kita menyerahkan keselamatan kita ke orang yang kita percaya, sungguh suatu keadaan yang cukup miris , di saat kita mengidam-idamkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik justru semakin banyak orang yang merasa tidak ingin mempercayai orang lain, rasa saling curiga atar individu menjangakit dimana-mana, kepada siapakah kita harus percaya ???, Perubahan akan sulit tercapai jika masing-masing individu menaruh rasa curiga ke orang lain diluar kelompok mereka, jangankan untuk saling percaya, untuk sejenak melupakan egois kita masing-masingpun kita masih sangat sulit, kita telah terjebak ke dalam belenggu dimensi egoisme, perubah akan tercapai jika kita bersatu , behimpun ,berkumpul menguatkan basis untuk berjuang maraih perubahan, sejarah telah mencatat bahwa perubahan dapat terwujud jika semua element bersatu merenggut perubahan itu, tidak sedikit pengorbanan yang harus direlakan saat kita ingin mencapai suatu perubahan , mulai dari berkorban materi,waktu bahkan yang terekstrim berkorban jiwa dan raga demi tercapainya suatu perubahan yang sangat didambakan oleh semua kalangan masyarakat.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 akhirnya perubahan yang telah lama diidamakan oleh bangsa ini tercapai juga, Masyarkat dengan susah payah akhirnya dapat mencapai perubahan yang memang sangat didambakan dari sejak dahulu yakni perubahan nasib dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka. Semua itu tidak didapat dengan Cuma-Cuma, butuh kemauan dan juga dukungan dari semua kalangan masyarakat, kondisi masyarakat yang sangat hetrogen pada waktu itu tidak menjadi hambatan dalam proses pencapaian perubahan yang diinginkan, semua masyarakat bersatu dan saling mempercayai satu sama lain, mereka percaya bahwa jika mereka bersatu tanpa ada rasa curiga dikalangan mereka, maka bukan menjadi sebuah keniscayaan jika perubahan ke arah yang lebih baik dapat tercapai, hasilnya pun seperti sekarang yakni bangsa ini telah menjadi bangsa yang bebas dan merdeka bukan lagi bangsa yang terjajah.

Jika di saat era kemerdekaan semua elemen masyarakat saling percaya satu sama lain namun lain hal dengan kondisi yang sekarang terjadi dimasyarakat, rasa saling percaya antar satu dengan yang lainya hampir punah/hilang, rasa curiga antar individu semakin menjangkit ke semua masyarakat, yang dipercaya hanya orang-orang yang berlatarbelakang sama denganya. Hal ini bukan tanpa sebab, coba kita bercermin sejenak, melihat ke sekeliling kita , betapa hal ini tidak terjadi jika individu kehilangan rasa kepercayaan ke individu yang lain bahkan kepada wakil-wakil mereka di pemerintahan, Mereka-mereka(Pemerintah) yang seharusnya dijadikan panutan oleh masyarakatnya saja bertidak tidak semestinya, mereka selalu mengumbar janji-janji manis ketika ingin mendapatkan dukungan tapi ketika mereka sudah menduduki jabatan yang didinginkan, mereka lupa akan janji-janjinya, dan akhirnya janji hanya menjadi janji kosong belaka. Perilaku mereka-merka yang menamakan diri wakil rakyat sudah membuat rakyat kecewa, maka tidak heran jika masyrakat mengalami krisis kepercayaan kepada wakil-wakil mereka di dalam pemrintahan, jika kondisi ini tidak terselsaikan maka tidak menjadi hal yang aneh jika suatu saat masyarakat sudah tidak percaya sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh mereka dan menginginkan adanya perubahan yang terbaru ( Revolusi ) demi kebaikan masyarakat.

view :http://fdkm.blogspot.com/2012/06/krisis-kepercayaan.html

SEJUTA PENGGANTI




biar kau pecat aku
keputusanku adalah keinginan merdeka
yang biasa menyatu dalam luka dan juang
tak kan terhempas dari vonis yang menyiksa
dari banyaknya luka yang berharga




setiap kata yang kutabur
adalah kuman para majikan
setiap jalan yang kutempuh
adalah keyakinan pembebasan tiap penindasan




biar kau peralat tiap aparat
perjuanganku tak kan pernah sekarat
dari setiap penindas yang sekarat
karena otak-otaknya sudah mengkarat




biar kau pecat aku, tidaklah masalah
biar kau tindas aku, tidaklah berubah


toh, perjuanganku tidak sendiri
yang bermula dari penindasan
tak kan berhenti karena aku di bui
karena akan tumbuh SEJUTA PENGGANTI

BURUH BERGERAK UNTUK SIAPA?


Ditulis Oleh: Rina Herawati



Sebagaimana telah menjadi tradisi tahunan di seluruh dunia, buruh merayakan Hari Buruh pada 1 Mei. Tak terkecuali pada tahun ini. Di Indonesia, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, perayaan Hari Buruh terbesar dipusatkan di Jakarta, dilakukan dengan “turun ke jalan”, dan kali ini melalui route Bunderan Hotel Indonesia – Istana Negara – Stadion Gelora Bung Karno. Menurut perkiraan, perayaan Hari Buruh di Jakarta itu diikuti oleh sekira 125.000 orang buruh (Konferensi Pers KSPI-KSPSI-KSBSI, 2012).


Seperti tahun-tahun sebelumnya juga, dalam menyambut hari buruh, beragam tanggapan muncul dari anggota masyarakat yang tidak ikut terlibat dalam perayaan tersebut. Yang paling umum terdengar adalah tanggapan miring dari kelompok pekerja ‘kerah putih’ yang menganggap perayaan itu sebagai “bikin macet dan mengganggu saja”. Masyarakat pekerja “kerah putih” ini bahkan secara eksplisit ataupun implisit memisahkan dirinya dari kelompok buruh yang turun ke jalan dengan menyebut dirinya dan kelompoknya sebagai “kita” dan menyebut kelompok buruh yang turun ke jalan sebagai “mereka”. Sebuah penyebutan yang menunjuk pada sikap anti solidaritas. Selain dari kelompok pekerja “kerah putih” keluhan terhadap aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh massa buruh juga kerapkali muncul dari sopir angkutan umum yang penghasilannya berkurang karena beberapa route tertutup masa buruh.

Pertanyaannya adalah, benarkah kelompok pekerja “kerah putih” dan sopir angkutan umum yang merupakan bagian dari mayoritas masyarakat pekerja yang tidak ikut turun ke jalan, dirugikan dengan aksi buruh turun ke jalan? Pertanyaan ini bisa juga direformulasikan atau dilanjutkan dengan pertanyaan berikut: sebenarnya, buruh bergerak (dan turun ke jalan) untuk (kepentingan) siapa?

Untuk menjawab pertanyaan itu, kita seharusnya melihat aksi buruh turun ke jalan sebagai sebuah “cara” atau “alat”, bukan ”tujuan”. Buruh turun ke jalan sebagai sebuah “cara” untuk mencapai tujuan. Aksi buruh turun ke jalan ini dapat dianalogikan dengan tindakan yang dilakukan oleh dokter untuk mengobati suatu penyakit, baik dengan memberikan obat dan atau dengan cara melakukan tindakan operasi. Bahwa perdebatannya kemudian berada pada tataran “cara” yang dipilih, tentu sah-sah saja, tetapi yang lebih penting dari itu adalah perdebatan mengenai tujuan yang hendak dicapai oleh gerakan buruh melalui aksi turun ke jalan tersebut.

Lalu, apa sebenarnya tujuan buruh turun ke jalan? Bila kita memperhatikan gerakan buruh setidaknya 3 tahun terakhir ini, kita akan melihat bahwa ada 3 isu besar yang selalu diangkat oleh buruh ketika melakukan aksi turun ke jalan yaitu isu Upah Layak, isu Outsourcing dan isu Jaminan Sosial. Kembali ke pertanyaan awal, untuk kepentingan siapakah ketiga isu tersebut diangkat?



Upah Layak

Upah Layak didefinisikan sebagai upah yang diterima oleh buruh yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya secara layak. Isu upah yang selama ini diperjuangkan oleh buruh, sepintas lalu tampak seperti perjuangan untuk kepentingan “pibadi”. Tapi benarkah demikian?

Ketika kita berbicara tentang upah, sebenarnya kita sedang berbicara tentang daya beli, tentang pergerakan ekonomi dan tentang multiplier efek yang terjadi akibat kegiatan konsumsi yang dilakukan dengan upah tersebut. Ini berarti, makin tinggi upah, makin tinggi pula daya beli buruh; ekonomi akan semakin bergerak dan multiplier efek yang ditimbulkan dari kegiatan konsumsi akan makin besar pula.

Lalu apa artinya upah layak dan daya beli yang tinggi pada buruh? Setidaknya ada dua hal yang patut dipertimbangkan ketika kita berbicara tentang upah dan daya beli. Pertama, upah untuk memenuhi kebutuhan hidup layak buruh. Ketika buruh dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak terutama pangan, sandang dan papan, secara psikologis hal itu akan membuat buruh makin tenang dalam bekerja dan dengan demikian dapat diharapkan akan meningkat produktifitasnya. Kedua, pemenuhan kebutuhan hidup layak juga berarti bahwa upah yang diterima oleh buruh dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi buruh dan atau keluarganya. Aspek pendidikan ini sangat penting dan sepantasnya menjadi perhatian pemerintah. Pendidikan yang memadai baik bagi buruh maupun anak-anak buruh akan menjadi factor pendorong peningkatan kesejahteraan Negara di masa depan.

Sementara itu, kaitan antara upah layak dengan pergerakan ekonomi dan multiplier efek yang dihasilkannya sebenarnya juga telah banyak dibahas. Selama ini telah jamak diketahui bahwa pola konsumsi buruh sangat terkait dengan sector ekonomi informal. Ketika upah buruh meningkat, makin banyak uang yang dibelanjakan, maka perekonomian Negara akan makin lancar bergerak. Dalam hal buruh membelanjakan upahnya di sector informal, hal itu secara langsung akan memberikan multiplier efek bagi pergerakan ekonomi di sector informal.

Outsourcing

Isu outsourcing, terutama outsourcing tenaga kerja juga menjadi salah satu isu utama yang diangkat oleh buruh ketika melakukan aksi turun ke jalan. Persoalan utama dari outsourcingtenaga kerja adalah hilangnya kepastian kerja yang berarti hilangnya kepastian memperoleh pendapatan, serta diskriminasi yang dihadapi oleh pekerja/ buruh outsourcing yang seringkali harus bekerja di tempat yang sama dengan pekerja/ buruh tetap tetapi memperoleh upah dan tunjangan/ fasilitas yang berbeda dengan pekerja/ buruh tetap.

Penelitian dan rangkaian diskusi yang telah dilakukan oleh AKATIGA- Pusat Analisis Sosial memperlihatkan bahwa outsourcing tenaga kerja tidak hanya terjadi sector industry manufaktur tetapi terjadi juga di sector perbankan dan telekomunikasi yang pekerjanya termasuk dalam kategori “kerah putih”. Praktek outsourcing ini sangat meluas di dua sector tersebut. Di sector perbankan misalnya, praktek outsourcing tenaga kerja dapat ditemukan pada bidang marketing, teller, kartu kredit dsb (AKATIGA-OPSI-FES, 2012). Dalam perkembangan terakhir, praktek outsourcing di sector perbankan diatur oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain. Implementasi dari peraturan ini masih belum diketahui.

Dengan demikian, ketika buruh turun ke jalan dan menyatakan “tolak outsourcing”, untuk siapakah mereka berjuang, dan siapa yang akan diuntungkan ketika perjuangan ini berhasil? Jelaslah, perjuangan ini bukan hanya untuk kepentingan buruh yang turun ke jalan, melainkan juga untuk semua pekerja/ buruh yang saat ini bekerja dengan system outsourcing.



Jaminan Sosial

Masyarakat tentu masih ingat perjuangan panjang buruh yang turun ke jalan untuk menuntut berlakunya System Jaminan Sosial. Perjuangan panjang selama lebih dari 2 tahun dengan ratusan kali aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh buruh di berbagai kota itu akhirnya membuahkan hasil awal berupa disahkannya Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). BPJS dalam UU tersebut meliputi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014, yang berarti pada saat itu seluruh rakyat Indonesia, seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali, termasuk pekerja “kerah putih” dan sopir angkutan kota yang selama ini mengeluh tiap kali buruh melakukan aksi massa turun ke jalan, akan mendapatkan jaminan kesehatan, berdasarkan Undang-Undang. Selain itu, salah satu point penting dalam UU BPJS adalah Pasal 19 ayat 4 yang menyatakan bahwa pemerintah membayar dan menyetor iuran untuk penerima bantuan iuran kepada BPJS. Ini berarti, dalam hal ada anggota masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar iuran, maka kewajiban untuk membayar iuran beralih kepada Negara dalam bentuk pembayaran bantuan iuran.

Dari seluruh uraian di atas, tampak jelas bahwa selama ini perjuangan buruh menuntut upah layak, menghapus sistem outsourcing (yang eksplotatif) dan menuntut berlakunya jaminan social, bukanlah perjuangan untuk “dirinya sendiri”. Buruh sedang berjuang untuk masyarakat yang lebih luas, bahkan untuk seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, sepatutnyalah perjuangan buruh itu mendapat dukungan.

Hidup Buruh!

----------------------------------------

*Rina Herawati

Peneliti AKATIGA

AKATIGA - Center of Social Analysis

Sekolah Itu Candu, Inikah Solusinya?



OPINI | 17 March 2010


Melihat judul di atas jangan diartikan bahwa sekolah tempat peredaran candu, meski sekarang marak terjadi di sana. Jangan pula ditafsirkan sebagaimana ungkapan Karl Marx bahwa agama itu candu, sangat jauh berbeda pengertiannya. Judul tulisan ini saya serupakan dengan judul buku fenomenal karangan Roem Topatimasang, buku yang melahirkan perang batin saya sejak lama. Buku terbitan Pustaka Pelajar itu telah menginsipirasi kami dulu - anak-anak SMA nan polos- untuk turut serta menyumbang buah pikiran semampunya. Sebuah buku yang sangat mencerahkan, hampir selalu dijadikan rujukan acara bedah buku di sekolah-sekolah. Dan yang pasti, belum terpikir oleh satu orang pun sebelumnya.




Penulis buku "Sekolah Itu Candu" (foto google)



Penulisnya, Roem Topatimasang hanyalah seorang pria kampung asli Masamba, Makassar yang dilahirkan pada 20 Mei 1958. Saat mudanya dia memilih hijrah ke Pulau Jawa dan terdampar di Bandung Jawa Barat lalu drop out dari Sekolah Guru (IKIP Bandung, 1980). Setelah keluar dari penjara –dia aktivis mahasiswa angkatan 78- Roem mulai aktif di dunia pendidikan dan pengorganisasian masyarakat. Di tengah-tengah menjadi guru jalanan selama 30 tahun di Jawa dan terutama di Indonesia Timur, dia masih menyempatkan menulis, memproduksi foto dan film. Semuanya didedikasikan untuk sebuah upaya transformasi sosial, bukan dengan cara revolusi. Tanpa revolusi pun, Roem tetap saya nilai sebagai seorang tokoh pembebas. Sayang, dia tidak pernah diangkat menjadi Menteri Pendidikan.

***

Jika saat ini kita ditanya, apakah yang ada dalam benak kita jika mendengar istilah sekolah, pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pencabulan, tawuran, atau bentrokan berangkali? Tepat, semua itu bercampur baur dalam satu istitusi bernama sekolah. Stigma sosial bahwa istitusi dan hasil produknya juga belum menunjukkan pergerakan yang positif. Beberapa istilah tersebut seolah saling terkait antara satu dengan lainnya. Meski statistiknya tidak banyak, namun karena pemberitaan media yang gencar, akhirnya stigma itu melekat hingga sekarang.



Apa permasalahannya? Yang pasti bukan dana, titik. Sejak tahun 2005 hingga 2010 ini, pertumbuhan anggaran pendidikan untuk seluruh kementrian sangat mencengangkan. Jika 2005 anggaran yang tersedia hanya Rp 33,40 triliun atau 8,1 persen dari APBN, untuk tahun 2010 ini mencapai Rp 209,54 triliun atau sesuai ambang batas yang ditetapkan undang-undang yakni 20 persen dari total APBN. Dana itu termasuk juga untuk bantuan ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di seluruh pelosok negeri. Lihat tulisan saya sebelumnya Grafik Anggaran Pendidikan 2005–2010. Untuk anggaran pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional saja mencapai Rp 51,8 triliun. Terbesar dibanding kementerian lain. Lihat di sini.



Mengapa saya berani mengatakan anggaran pendidikan tidak berbanding lurus dengan mutu pendidikan? Sangat kentara, kualitas pendidikan Indonesia berada di urutan ke-160 dunia dan urutan ke-16 di Asia. Bahkan secara rata-rata, Indonesia masih berada di bawah Vietnam, apalagi jika dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura.



Proses pendidikan yang tidak tertata dengan baik juga menjadi penyebab outputnya juga kurang berkualitas. Menurut laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada tanggal 29 November 2007 menunjukkan peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 dari 130 negara di seluruh dunia. Indikasinya, Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). Lihat.




Persoalan kesiapan Sumber Daya Manusia pengelola dana itu juga dipertanyakan. Sejauh pantauan saya berkunjung ke daerah-daerah, kucuran dana yang melimpah dari APBN untuk lembaga-lembaga pendidikan di sana berupa Dana Alokasi Umum (DAU) untuk APBD, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan dana-dana yang jumlahnya diluar perkiraan pejabat Pemda, sangat mengecewakan pengelolaannya. Silahkan pembaca cari di google, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan berita penahanan kepala Dinas Pendidikan beserta jajarannya terkait kasus tersebut saya rasa sangat mudah ditemukan.



Yang jelas, justru karena gelontoran uang tersebut, banyak kepala sekolah menjadi tidak tenang. Hidupnya selalu menjadi incaran empuk pihak Kejaksaan Agung, maklum setiap Kejaksaan Negeri di tiap kabupaten/kota ditargetkan minimal tiga kasus korupsi harus diungkap. Kebijakan yang dikeluarkan Jaksa Agung Hendarman Supanji ini cukup aneh, “Kasus kok dicari-cari”, begitu komentar orang-orang daerah yang sering saya jumpai. Sebagai contoh simpel penyimpangan itu misalnya dana BOS dipakai untuk membeli seperangkat televisi beserta jaringan teve kabelnya. Hmmmm…

***



Memang tidak mudah mengelola sebuah institusi bernama sekolah.



Istilah sekolah selalu dilekatkan kepada suatu sistem, suatu lembaga, suatu organisasi besar dengan segenap kelengkapan perangkatnya. Istilah ini dulunya belum dikenal oleh manusia, karena sebelum istilah ini terlembaga laupun sudah terlembaga manusia belum membutuhkan kehadirannya. Dalam sejarah, ketika manusia sudah tidak mampu dan memiliki waktu untuk mentransformasi nilai-nilai hidup dan pengetahuan kepada anak-anak mereka, maka manusia mulai membutuhkan bantuan dari manusia lain. Bantuan ini kemudian termanifestasi dalam scola in loco (lembaga pengasuhan anak pada waktu senggang di luar rumah, sebagai pengganti ayah dan ibu) yang sebelumnya berbentuk scola matterna(pengasuhan ibu sampai usia tertentu). Demikianlah Roem memulai tulisannya dalam buku Sekolah Itu Candu.


Sebuah buku usang yang 'menyengat' (foto koleksi)





Dalam epilog untuk buku ini, Roem menulis tentang Sukardal -tokoh rekaan- yang berdialog dengan seorang profesor mengenai sekolah. Mereka pun berdiskusi dengan beberapa warga mengenai apa yang akan mereka jadikan sekolah. Di akhir pembicaraan Sukardal mengajak warga lain untuk pergi ke sekolah dimana mereka bisa menyilangkan jenis labu untuk menghasilkan labu baru. Ya, sekolah itu adalah lahan pertanian karena Sukardal memang seorang petani. Petani yang bersekolah dengan bergelut bersama realitas dan mendapatkan pengetahuan dari sana, bukan sebaliknya mendapatkan pengetahuan di kelas dan juga mendapatkan pengetahuan bahwa realitas acapkali bertentangan dengan apa yang diajarkan di kelas. Maka tak salah, dalam salah satu tulisannya Roem menuliskan bahwa sekolah itu candu yang membius masyarakat, membuat orang terlena dengan kenyataan yang sudah parah.



Pada halaman-halaman sebelumnya kita diajak untuk memikirkan kembali kondisi pendidikan (baca: persekolahan) kita. Walaupun ditulis pada tahun 1998, tulisan-tulisan Roem masih memiliki relevansi dengan kondisi kekinian. Ditulis dengan bahasa ringan namun akhirnya dahi kita berkerut juga. Apalagi melihat beberapa referensi yang dijadikan sebagai rujukan dan inspirasi dalam penulisan buku ini.



***



Apa kita hanya akan berpangku tangan dan menghujat institusi sekolah tanpa memberi solusi?



Sangat naif seandainya kita hanya mengumpat dan mencerca para pendidik, pihak sekolah, atau pun pembuat kebijakan. Banyak solusi yang sebenarnya bisa menjadi referensi bagi mereka guna mengoptimalkan dana rakyat sebesar Rp 51,8 trilun itu, belum yang berada tersebar di seluruh kementerian yang mencapai Rp 209,54 triliun.



Alexander Sutherland Neill, seorang psikolog asal Skotlandia, hidup antara tahun 1883-1973, pernah mengarang sebuah buku yang menurut saya sangat mencerahkan. Sebuah jawaban atas buku Roem di atas. Edisi Bahasa Indonesianya yang berjudul Summerhill School: Pendidikan Alternatif yang Membebaskan saya rasa bisa dijadikan rujukan atau studi kasus untuk Kementerian Pendidikan Nasional yang kini dinahkodai Bapak Menteri Muhammad Nuh.







Buku itu mengisahkan tentang sebuah sekolah percobaan lepas dari kungkungan kurikulum dan ujian nasional yang selalu menjadi momok bagi peserta didik. Bermula dari sekolah percobaan, kini sekolah yang memberikan kebebasan penuh pada anak tersebut menjadi sekolah pembuktian. Awalnya dari ide yang sangat sederhana, bagaimana membuat sekolah yang cocok dengan anak-anak, bukannya anak-anak yang harus cocok dengan sekolah.



Sekolah yang didirikan Alexander Sutherland Neill pun membebaskan anak-anak untuk menentukan apa yang mereka mau. Mereka membuang jauh-jauh ketertiban, arahan, anjuran, pengajaran moral, dan pengajaran agama. Sayangnya untuk kategori terakhir ini, perlu dikaji ulang jika ingin diterapkan di Indonesia mengingat mayoritas penduduknya masih memegang teguh keyakinan beragama, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan lainnya.



Di sekolah ini, anak-anak bebas memilih pelajaran yang akan mereka ikuti. Bahkan bagi anak yang baru masuk ke sekolah “sesukamu” itu, mereka bebas bermain sepanjang waktu, berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.



“Kami dianggap berani dengan ide ini, padahal tak dibutuhkan keberanian apa pun,” ujar Neill. Yang dibutuhkan hanyalah keyakinan penuh bahwa anak-anak adalah makluk yang baik dan bukan makhluk jahat. “Kami meyakini sepenuh hati,” tambah Neill. Keyakinan Neill tak pernah surut, sejak sekolah didirikan hingga saat ini.

Neill sangat memahami, butuh waktu bagi anak untuk menjadi dirinya sendiri setelah begitu tertekan dari sekolah “normal”. Panjang pendek masa penyembuhan ini tergantung pada seberapa besar kebencian yang ditanamkan oleh sekolah “normal” ke dalam diri mereka. Seorang anak TK yang pindah ke Summerhill akan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan baru di sekolah tersebut. Tetapi makin bertambahnya umur anak, semakin lama waktu penyembuhan yang mereka lakukan. Bisa jadi mereka bersumpah tidak akan pernah mau lagi mengikuti pelajaran “terkutuk” yang selama ini mereka dapatkan dari sekolah lamanya.

Bagi Neill, pelajaran bukanlah sesuatu yang penting. Aktivitas belajar tidalah sepenting kepribadian dan karakter. Jack, salah satu siswanya, tidak lulus masuk ujian perguruan tinggi karena dia membenci buku. Tetapi ketidaktahuannya tentang pelajaran tidak menghalangi hidupnya. Jack tumbuh menjadi seorang yang sangat percaya diri.

Tes yang dilakukan di kelas pun sangat iseng. Pertanyaannya, di manakah Pulau Buru, obeng, demokrasi dan kemarin? Tak butuh jawaban. Tetapi anak yang baru saja masuk tidak memberikan jawaban seperti jamaknya anak-anak yang sudah lama di Summerhill. Bukan mereka bodoh, tetapi karena sudah terbiasa dalam rimba keseriusan, padahal bagi anak-anak yang sudah lama di Summerhill, justru keisengan ini yang dinantikan.

Skenario penghentian semburan lumpur lapindo





Ada pihak-pihak yang mengatakan luapan lumpur ini bisa dihentikan, dengan beberapa skenario dibawah ini, namun asumsi luapan bisa dihentikan sampai tahun 2009 tidak berhasil sama sekali, yang mengartikan luapan ini adalah fenomena alam.

Skenario pertama, menghentikan luapan lumpur dengan menggunakan snubbing unit pada sumur Banjar Panji-1. Snubbing unit adalah suatu sistem peralatan bertenaga hidraulik yang umumnya digunakan untuk pekerjaan well-intervention & workover (melakukan suatu pekerjaan ke dalam sumur yang sudah ada). Snubbing unit ini digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor seberat 25 ton dan panjang 400 meter yang tertinggal pada pemboran awal. Diharapkan bila mata bor tersebut ditemukan maka ia dapat didorong masuk ke dasar sumur (9297 kaki) dan kemudian sumur ditutup dengan menyuntikan semen dan lumpur berat. Akan tetapi skenario ini gagal total. Rangkaian mata bor tersebut berhasil ditemukan di kedalaman 2991 kaki tetapisnubbing unit gagal mendorongnya ke dalam dasar sumur.

Skenario kedua dilakukan dengan cara melakukan pengeboran miring (sidetracking) menghindari mata bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan rig milik PT Pertamina (persero). Skenario kedua ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi. Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.

Skenario ketiga, pada tahap ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan terlebih dulu membuat tiga sumur baru (relief well). Tiga lokasi tersebut antara lain: Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500 meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1. Sampai saat ini skenario ini masih dijalankan.

Ketiga skenario beranjak dari hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan di dinding sumur Banjar Panji-1. Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang terjadi adalah fenomena gunung lumpur (mud volcano), seperti di Bledug Kuwu di Purwodadi, Jawa Tengah. Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus memuntahkan lumpur cair hingga membentuk rawa.

Rudi Rubiandini, anggota Tim Pertama, mengatakan bahwa gunung lumpur hanya bisa dilawan dengan mengoperasikan empat atau lima relief well sekaligus. Semua sumur dipakai untuk mengepung retakan-retakan tempat keluarnya lumpur. Kendalanya pekerjaan ini mahal dan memakan waktu. Contohnya, sebuah rig (anjungan pengeboran) berikut ongkos operasionalnya membutuhkan Rp 95 miliar. Biaya bisa membengkak karena kontraktor dan rental alat pengeboran biasanya memasang tarif lebih mahal di wilayah berbahaya. Paling tidak kelima sumur akan membutuhkan Rp 475 miliar. Saat ini pun sulit mendapatkan rig yang menganggur di tengah melambungnya harga minyak.

Rovicky Dwi Putrohari, seorang geolog independen, menulis bahwa di lokasi sumur Porong-1, tujuh kilometer sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat tanda-tanda geologi yang menunjukkan luapan lumpur pada zaman dulu, demikian analisisnya. Rovicky mencatat sebuah hal yang mencemaskan: semburan lumpur di Porong baru berhenti dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan tahun.

Dalam dokumen Laporan Audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 disebutkan temuan-temuan bahwa upaya penghentian semburan lumpur tersebut dengan teknik relief well tidak berhasil disebabkan oleh faktor-faktor nonteknis, diantaranya: peralatan yang dibutuhkan tidak disediakan. Senada dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, Rudi Rubiandini juga menyatakan bahwa upaya penghentian semburan lumpur dengan teknik relief well tersebut tidak dilanjutkan dengan alasan kekurangan dana.
[sunting]Antisipasi kegagalan menghentikan semburan lumpur

Jika skenario penghentian lumpur terlambat atau gagal maka tanggul yang disediakan tidak akan mampu menyimpan lumpur panas sebesar 126,000 m3 per hari. Pilihan penyaluran lumpur panas yang tersedia pada pertengahan September 2006 hanya tinggal dua.Skenario ini dibuat kalau luapan lumpur adalah kesalahan manusia, seandainya luapan lumpur dianggap sebagai fenomena alam, maka skenario yang wajar adalah 'bagaimana mengalirkan lumpur kelaut' dan belajar bagaimana hidup dengan lumpur.

Pilihan pertama adalah meneruskan upaya penangangan lumpur di lokasi semburan dengan membangun waduk tambahan di sebelah tanggul-tanggul yang ada sekarang. Dengan sedikit upaya untuk menggali lahan ditempat yang akan dijadikan waduk tambahan tersebut agar daya tampungnya menjadi lebih besar. Masalahnya, untuk membebaskan lahan disekitar waduk diperlukan waktu, begitu juga untuk menyiapkan tanggul yang baru, sementara semburan lumpur secara terus menerus, dari hari ke hari, volumenya terus membesar.

Pilihan kedua adalah membuang langsung lumpur panas itu ke Kali Porong. Sebagai tempat penyimpanan lumpur, Kali Porong ibarat waduk yang telah tersedia, tanpa perlu digali, memiliki potensi volume penampungan lumpur panas yang cukup besar. Dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali tersebut, bila separuhnya akan diisi lumpur panas Sidoardjo, maka potensi penyimpanan lumpur di Kali Porong sekitar 300,000 m3 setiap kilometernya. Dengan kata lain, kali Porong dapat membantu menyimpan lumpur sekitar 5 juta m3, atau akan memberikan tambahan waktu sampai lima bulan bila volume lumpur yang dipompakan ke Kali Porong tidak melebihi 50,000 m3 per hari. Bila yang akan dialirkan ke Kali Porong adalah keseluruhan lumpur yang menyembur sejak awal Oktober 2006, maka volume lumpur yang akan pindah ke Kali Porong mencapai 10 juta m3 pada bulan Desember 2006. Volume lumpur yang begitu besar membutuhkan frekuensi dan volume penggelontoran air dari Sungai Brantas yang tinggi, dan kegiatan pengerukan dasar sungai yang terus menerus, agar Kali Porong tidak berubah menjadi waduk lumpur. Sedangkan untuk mencegah pengembaraan koloida lumpur Sidoardjo di perairan Selat Madura,diperlukan upaya pengendapan dan stabilisasi lumpur tersebut di kawasan pantai Sidoardjo.

Para pakar yang melakukan simposium di ITS pada minggu kedua September, menyampaikan informasi bahwa kawasan pantai di Kabupaten Sidoardjo mengalami proses reklamasi pantai secara alamiah dalam beberapa dekade terakhir disebabkan oleh proses sedimentasi dan dinamika perairan Selat Madura. Setiap tahunnya, pantai Sidoardjo bertambah 40 meter. Sehingga upaya membentuk kawasan lahan basah di pantai yang terbuat dari lumpur panas Sidoardjo, merupakan hal yang selaras dengan proses alamiah reklamasi pantai yang sudah berjalan beberapa dekade terakhir.

Dengan mengumpulkan lumpur panas Sidoarjo ke tempat yang kemudian menjadi lahan basah yang akan ditanami oleh mangrove, lumpur tersebut dapat dicegah masuk ke Selat Madura sehingga tidak mengancam kehidupan nelayan tambak di kawasan pantai Sidoardjo dan nelayan penangkap ikan di Selat Madura. Pantai rawa baru yang akan menjadi lahan reklamasi tersebut dikembangkan menjadi hutan bakau yang lebat dan subur, yang bermanfaat bagi pemijahan ikan, daerah penyangga untuk pertambakan udang. Pantai baru dengan hutan bakau di atasnya dapat ditetapkan sebagai kawasan lindung yang menjadi sumber inspirasi dan sarana pendidikan bagi masyarakat terhadap pentingnya pelestarian kawasan pantai..

Parlemen atau Soviet?




Tan Malaka (1921)

Kata Pengantar dari Penerbit tahun 1987

Sehubung banyaknya permintaan dari Keluarga Besar Murba untuk buku Parlemen atau Soviet karya Tan Malaka tahun 1921 maka kami terbitkan kembali dalam bentuk foto copy dimana ejaan kata-kata lama telah dirubah dengan ejaan baru.

Perlu kami catatkan bahwa almarhum Tan Malaka pada tahun 1927 telah mendirikan PARI (Partai Republik Indonesia) yang dengan sendirinya telah keluar dari PKI (Partai Komunis Indonesia) dan seterusnya tulisan-tulisan almarhum Tan malaka sesudah tahun 1927 berkembang ke arah Nasional Revolusioner. Demikianlah para pembaca yang arif dan budiman mengetahui dan memahami! Terima kasih!

Jakarta, 20 Mei 1987

Pimpinan Yayasan Massa.

--------------------------------------------------------------------------------

PENDAHULUAN UNTUK PENJELASAN

Pertama-tama perlu dicatat dan diingat bahwa karya “Parlemen Atau Soviet” ini dituliskan Tan Malaka di Semarang, Oktober 1921. Artinya: 66 tahun lalu (1921-1987) atau lebih dari setengah abad. Dalam edisi ini istilah sengaja tidak dirubah, untuk menunjukkan keasliannya.

Namun demikian diberikan kata pengantar “Beberapa Catatan” (pada halaman I) oleh seketariat Departemen Pendidikan Kader Dewan Partai Murba, pada penerbitannya tanggal 15 September 1961, tepat 25 tahun atau seperempat abad yang lalu. Disamping itu dilengkapi dengan KOSAKATA, pada halaman 171 - 181 untuk memberi keterangan mengenai kata, istilah atau ungkapan dalam buku ini, agar dapat membantu para pembaca - terutama dari generasi-generasi muda - untuk dapat memahami isi buku ini lebih baik.

Berpangkal tolak dari penjelasan di atas pembaca diharap menempatkan isi buku ini sesuai dengan zaman ketika karya ini ditulis. Pembaca juga jangan melupakan pada usia berapa Tan Malaka menghasilkan karyanya ini. Ialah pada usia muda, baru 24 tahun, karena dia dilahirkan di Suliki, Sumatara Barat, tahun 1897.

Buku ini ditulis setelah Tan Malaka baru saja dua tahun sebelumnya, ialah tahun 1919, kembali dari Negeri Belanda belajar di Rijkskweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Negeri) di Haarlem untuk menjadi guru mengajar anak-anak buruh perkebunan Senebah Mij, Deli Serdang, Sumatera Timur, dan kemudian pindah ke Semarang tahun 1921, bergerak dalam bidang pendidikan rakyat sebagai guru sekolah yang didirikan oleh Sarekat Islam Semarang dan VSTP (Sarekat Buruh Kereta Api), yang dipimpin oleh Semaun.

Sesuai dengan masa penulisannya dan usia penulisnya, maka isi dan sifat buku ini berlaku sebagai pengenalan sejarah badan legislatif, pendalaman hakekat masalahnya dan perkembangannya, serta perbandingan dan peneracaan untuk Indonesia dalam kerangka sejarah politik dan kepartaian yang ada, dengan kacamata penglihatan 1921.

Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal di atas ini, pembaca akan dapat memahami isi buku ini sesuai dengan keadaan zamannya dan proporsi tingkat pertumbuhan pikiran penulisnya.

Karena keadaan berkembang terus sesuai dengan kodrat dan hukum sejarah. Dan pikiran Tan Malaka juga tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan menjadi makin matang dan makin kaya sejalan dengan pertumbuhan pengalamannya dan keadaan sekelilingnya, di dalam maupun di luar Indonesia. Hindia Belanda tidak memberi kesempatan Tan Malaka mengembangkan diri di tanah airnya sendiri.

Tahun 1921 itu juga Tan Malaka juga aktif dalam perjuangan buruh. Dia pernah menjadi wakil ketua Serikat Buruh.Pelikan (tambang) Cepu, yang didirikan Semaun. Dalam tahun ini pula Kongres PKI memilihnya menjadi ketua mewakili Semaun yang sedang berada di luar negeri. Karena kegiatannya yang terus meningkat, hingga melibatkan diri dalam pemogokan buruh, maka tanggal 2 Maret 1922, Tan Malaka akhirnya ditangkap dan dibuang ke Kupang (Timor); tapi kemudian dalam bulan ini juga keputusan dirubah menjad “externering” atau pengasingan ke Negeri Belanda.

Baru hanya sekitar satu tahun saja Tan Malaka mulai bergerak kiprah secara terbuka di tanah airnya sendiri, sudah terus dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda. Maka tamatlah perjuangan Tan Malaka di Indonesia waktu itu.

Dalam Perang Dunia II, ketika Hindia Belanda diduduki Balatentara Dai Nippon maka Tan Malaka berhasil menyelundup masuk kembali ke Indonesia, mulai 1936 menyusup dari Cina melalui Burma masuk Singapura – sebelum pecah perang – dan setelah pecah perang meninggalkan Singapura tahun 1942, melalui Penang berlayar ke Medan, terus ke Padang dan akhirnya tiba di Jakarta, tahun 1943 menyamar bekerja sebagai buruh (romusah) pada tambang batubara di Bayah, Banten, dengan nama Husein.

Tan Malaka menolak pemberontakan 1926 yang dicetuskan oleh pimpinan PKI. Sejak itu bersama dengan beberapa teman sepahamnya, dia memisahkan diri keluar dari PKI.

Sejak karyanya “Naar de Republik Indonesia” (Menuju Republik Indonesia) yang ditulisnya di Kanton, tahun 1925, Tan Malaka mulai lebih jauh menunjukkan ketersendiriannya, “keaseliannya” yang kemudian menjadi ciri khas haluan perjuangannya.

Akhirnya Tan Malaka dkk bukan hanya keluar secara formal dari PKI. Mereka malahan mendirikan partai tandingan menghadapi PKI, yang telah hancur lebur dan kacau balau akibat pemberontakan 1926. Di Bangkok tahun 1927 Tan Malaka dkk memproklamasikan pendirian PARTAI REPUBLIK INDONESIA, PARI, berdasarkan Manifesto Bangkok yang menjelaskan pembentukan partai politik baru yang bergerak secara ilegal itu.

Jadi, pada usia 30 tahun (1897-1927) Tan Malaka mulai mempertegas dan mengkongkritkan pandangan, pendirian dan sikapnya, secara ideologis, politis dan organisatoris.

Dalam perjuangan kemerdekaan sejak 1945 pertentangan PKI cs dan Tan Malaka dkk mewarnai masa sejarah permulaan revolusi. PKI bersatu dengan PSI dengan Sayap Kirinya, menyetujui dan mendukung Persetujuan Linggarjati 1947. Tan Malaka dkk menolak dan menentangnya. PKI melalui gembongnya Mr. Amir Syarifuddin yang menjadi Perdana Menteri RI waktu itu menandatangani Perjanjian Renville 1 Januari 1948. Sedangkan Tan Malaka bersama GRR menolak dan menentangnya.

Pokoknya PKI dan kawan-kawan mempelopori politik kompromi dengan imperialisme Belanda dengan mendukung Maklumat 1 dan 3 November 1946 Wakil Presiden Muhammad Hatta, yang dengan landasan itu membuka kompromi tidak berprinsip dengan Belanda. Sedangkan Tan Malaka dengan Persatuan Perjuangan menolak dan menentang haluan seperti itu dan memperjuangkan prinsip berunding dengan Belanda, setelah Belanda terlebih dahulu mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dan tentara mereka meninggalkan wilayah Indonesia. Untuk mewarisi haluan Persatuan Perjuangan dan meneruskan tujuan perjuangannya pada tanggal 7 November 1948, Tan Malaka mempelopori pendirian Partai Murba di Yogyakarta, yang merupakan fusi tiga partai, ialah Partai Rakyat, Partai Buruh Merdeka, dan Partai Rakyat Jelata.

Pendirian Partai Murba ini merupakan perkembangan pikiran Tan Malaka secara ideologis, politis dan organisatoris. Bagaimana isi dan bentuk kulminasi ini? Untuk mudah dan tegasnya kita kutip pidato Presiden Soekarno kepada Kongres ke-V Partai Murba tanggal 15-17 Desember 1960 di Bandung sbb:

“Saya kenal almarhum Tan Malaka. Saya baca semua ia punya tulisan-tulisan. Saya berbicara dengan beliau berjam-jam. Dan selalu di dalam pembicaraan-pembicaraan saya dengan almarhum Tan Malaka ini, kecuali tampak bahwa Tan Malaka adalah pecinta Tanah Air dan Bangsa Indonesia, ia adalah Sosialis yang sepenuh-penuhnya.”

Dan siapa tidak kenal Pahlawan Proklamator Sukarno yang menilai Pahlawan Kemerdekaan Nasional Tan Malaka dengan rumusan yang ilmiah dan populer seperti ini?

Karenanya kiranya rumusan Bung Karno di atas tidak perlu komentar lagi. Dengan karyanya “Madilog” Tan Malaka memperkenalkan cara berpikir Ilmiah kepada rakyat Indonesia. “Thesis” menunjukkan jalan sosialisme sebagai dasar dan pokok pemecahan masalah Indonesia. Kedua karya inilah yang mencerminkan puncak pertumbuhan dan perkembangan pikiran Tan Malaka, yang bersifat filsafat dan berisi idiologi. Sementara itu “Dari Penjara ke Penjara”, karya otobiografi Pahlawan Kemerdekaan ini mencerminkan pandangan dan perjalanan hidup Tan Malaka sebagai konsekuensi filsafat dan ideologinya sendiri.

Dr. Harry Albert Poeze memerincikan dan melengkapi riwayat hidup dan perjuangan Tan Malaka dalam karya ilmiah dengan judul:

“TAN MALAKA, PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA, RIWAYAT HIDUP DARI 1897 SAMPAI 1945”.

Suatu desertasi akademis untuk memperoleh gelar doktor dalam ilmu sosial pada Universitas Amsterdam tahun 1976, yang aslinya ditulis dalam bahasa Belanda.

Kelanjutan karya Dr. Poeze ini akan dilengkapkan dengan periode 1945-1949 sampai Tan Malaka mati tak tentu kuburnya dan hilang tak tentu rimbanya jsutru di tanah airnya sendiri, yang belum menyadari kebenaran pemikir dan pejuang rakyat Indonesia, dengan kedalaman dan kejauhan pandangan yang jauh mendahului zamannya ini.

Untuk melengkapkan “Thesisnya” Tan Malaka merumuskan gagasan “Gabungan Aslia” - Asia-Australia - sebagai konsepsi untuk penyusunan tata politik dunia baru; makin lama makin jelas perdamaian dunia tidak mungkin dipertahankan dalam konfigurasi dan susunannya yang ada sampai menjelang tibanya Abad ke-XXI dewasa ini.

Dalam mencari dan mendapatkan alternatif untuk perbaikan dan kemajuan pengisian dan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia, kiranya karya-karya Tan Malaka penting untuk dipelajari dan dikaji kembali, sekurang-kurangnya sebagai bahan bandingan, baik segi nasional maupun segi internasionalnya. Dan kemudian dikembangkan.

Yang jelas cara berpikir dan cara bekerja – ilmiah yang memenuhi prinsip, norma, nilai dan metode ilmiah – sangat mendesak diperlukan selama ini. Disamping watak dan iman pemikir dan pemimpin serta pejuang Tanah Air dan Rakyat Indonesia tercinta, yang taat dan konsekuen sepenuhnya dengan cara berpikir dan cara bekerja ilmiah tersebut.

Jakarta, 3 April 1987.

W. Suwarto, ex-ketua umum
Partai Murba, kongres ke-V
1960, Bandung, ex-anggota
DPA RI.

Konsep Pendidikan Tan Malaka

sutan ibrahim nama asli tan malaka



[Opini]

Konsep Pendidikan Tan Malaka

Oleh : Ahan Syahrul

Pendidikan merupakan sarana paling penting untuk menuai kesuksesan dimasa depan. Bekal pendidikan yang tinggi akan memberikan kompetensi bagi seseorang untuk masuk dalam ruang masa depan yang cerah. Maka daripada itu, pendidikan harus di tempatkan menjadi ujung tombak bagi kemajuan suatu bangsa. Sebab, dengan banyaknya orang yang mengenyam pendidikan tinggi, tentunya kualitas suatu bangsa mempunyai nilai tawar yang tinggi pula.
Membicarakan pendidikan dinegeri ini bagai silang sengkarut yang tidak ada titik temunya. Berbagai konsep, metode, paradigma muncul sebagai varian-varian yang sebenarnya masing-masing mempunyai tujuan mulia. Tujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Yang hasilnya akan dilihat dari bagaimana out put pendidikan.
Out put pendidikan adalah hasil dari bagaimana proses pendidikan diajarkan dan mampu diimplementasikan seorang peserta didik bagi kehidupannya. Setinggi apapun pendidikan seseorang akan nampak bila ia mampu mengaplikasikkannya dalam praktik yang nyata. Tidak sekedar bergulat dengan teori-teori belaka. Artinya pendidikan bukan hanya wacana, wawasan dan pengetahuan. Lebih daripada itu, pendidikan merupakan mesin pencetak manusia unggul, manusia paripurna.
Maka daripada itu, melalui tulisan ini, penulis ingin memberikan persepektif yang lain dalam memaknai pendidikan melalui konsepsi yang pernah di tuturkan Tan Malaka dalam tulisan SI Semarang dan Onderwijs. Menurut Tan Malaka ada tiga hal penting yang harus dipenuhi dalam menafsirkan pendidikan.
Pertama, Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb). Dalam bahasa yang lebih sederhana pendidikan harus mampu menciptakan seorang manusia yang mempunyai kemampuan yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Profesional, terampil, dan kapabel dalam bidang keilmuan yang digeluti. Baik dalam ilmu eksak maupun non eksak.
Selain itu, pendidikan juga harus bisa melahirkan seorang manusia yang eklektik, jenis manusia yang punya penguasaan terhadap berbagai hal. Punya kemampuan berbahasa asing, pintar, dan yang paling penting ia mampu menangkap apa yang menjadi kehendak masa depan. Sehingga, pendidikan akan mampu memberikan bekal pada seorang peserta didik sebagai senjata untuk hidup.
Kedua, Memberi haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan (verenniging). Dalam pengertian ini yang dimaksud Tan Malaka adalah memberikan kebebasan bagi peserta didik agar berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang dimilikinya, melalui perkumpulan-perkumpulan yang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Artinya, peserta didik difasilitasi untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui organisasi-organisasi maupun perkumpulan yang sesuai dengan keinginannya. Membentuk karakter seorang peserta didik melalui pergaulan dan pergulatan dengan semua orang.
Ketiga, menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta kaum kromo. Pendidikan dalam pengertian Tan Malaka, tidak hanya sekedar untuk mendapatkan pengetahuan dan kepandaian otak saja. Melainkan, pendidikan harus mampu memberikan bekal pada peserta didik untuk melakukan pengabdian terhadap masyakat.
Menurutnya mendidik untuk memikirkan dan menjantulankan peraturan buat pergaulan hidup, mendidik untuk fasih dan berani bicara, didikan mana dalam zaman perbudakan ini lebih besar harganya dari pada mengetahui, berapa banyaknya sungai-sungai di pulau Borneo umpamanya.
Pendidikan tidak hanya untuk membuat orang pintar belaka, tetapi cerdas dalam mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari. Secara ringkas menurut Tan Malaka sesuai apa yang di tuturkan dalam tulisan SI Semarang dan Onderwijs adalah:
1. Di sekolah anak-anak SI mendirikan dan menguruskan sendiri pelbagai-bagai vereeniging, yang berguna buat lahir dan batin (kekuatan badan dan otak). Dalam urusan vereeniging-vereeniging tadi anak-anak itu sudah belajar membikin kerukunan dan tegasnya sudah mengerti dan merasa lezat pergaulan hidup.
2. Di sekolah diceritakan nasibnya Kaum Melarat di Hindia dan dunia lain, dan juga sebab-sebab yang mendatangkan kemelaratan itu. Selainnya dari pada itu kita membangunkan hati belas kasihan pada kaum terhina itu, dan berhubung dengan hal ini, kita menunjukkan akan kewajiban kelak, kalau ia balik, ialah akan membela berjuta-juta kaum Proletar.
3. Dalam vergadering SI dan Buruh, maka murid-murid yang sudah bisa mengerti, diajak menyaksikan dengan mata sendiri suaranya kaum Kromo, dan diajak mengeluarkan pikiran atau perasaan yang sepadan dengan usianya (umur), pendeknya diajak berpidato.
4. Sehingga, kalau ia kelak menjadi besar, maka perhubungan pelajaran sekolah SI dengan ikhtiar hendak membela Rakyat tidak dalam buku atau kenang-kenangan saja, malah sudah menjadi watak dan kebiasannya masing-masing.
Model pendidikan yang hendak di terapkan oleh Tan Malaka adalah menciptakan seorang manusia utuh yang mandiri, pintar, cerdas dan mau tahu terhadap pendertiaan rakyat. Seorang intelektual sejati, seorang intelektual yang mempunyai tanggung jawab terhadap buah pemikirannya. Sebab kaum intelektual senantiasa haus terhadap sebuah kebenaran dengan memegang prinsip-prinsip kehidupan yang diyakini, mampu mengembangkan diri, berkiprah ditengah masyarakat secara riil, mencerahkan dan membebaskan dari segala bentuk ketertindasan.
Penulis adalah Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Sejarah Batik Trusmi Cirebon









Batik merupakan warisan leluhur yang tak terpisahkan dari budaya bangsa indonesia. Dengan keindahan berbagai corak, mutu warna alami serta motif yang menarik membuat kain tradisiaonal batik sangat populer dan diterima banyak masyarakat lokal tetapi juga masyarakat internasional. Batik memberi makna yang sarat akan seni dan representasi budaya dari masing - masing daerah tanah air. Tiap daerah memiliki ciri motif maupun cara pembuatan batik yang berbeda-beda.


Banyak hal yang bisa digali dari sehelai kain batik, tidak hanya digunakan untuk pakaian saja tetapi perkembangan saat ini sudah kearah household dan interior, tidak heran apabila dikatakan bahwa batik adalah sebuah karya cipta peninggalan budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia.


Kampung Trusmi adalah pusat industri batik dan wisata kuliner Cirebon terpelihara. Tidak hanya wisatawan lokal yang datang ke kampung ini, tetapi pelancong dari mancanegara seperti Jepang, Amerika, dan Australia.

Kampung Trusmi terletak di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, yaitu sekitar 4 km dari Kota Cirebon kearah barat menuju Kota Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari 3000 tenaga kerja atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari beberapa daerah yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan Kalitengah.


Tentang Nama Batik Trusmi
Kisah membatik desa Trusmi berawal dari peranan Ki Gede Trusmi. Salah seorang pengikut setia Sunan Gunung Jati ini mengajarkan seni membatik sembari menyebarkan Islam. Sampai sekarang, makam Ki Gede masih terawat baik, setiap tahun dilakukan upacara cukup khidmat, upacara Ganti Welit (atap rumput) dan Ganti Sirap setiap empat tahun.


Disepanjang jalan utama yang berjarak 1,5 km dari desa Trusmi sampai Panembahan, saat ini banyak kita jumpai puluhan showroom batik. Berbagai papan nama showroom nampak berjejer menghiasi setiap bangunan yang ada di tepi jalan. Munculnya berbagai showroom ini tak lepas dari tingginya minat masyarakat terutama dari luar kota terhadap batik Cirebon.


Motif Batik Megamendung
Motif batik Megamendung merupakan karya seni batik yang identik dan bahkan menjadi ikon batik daerah Cirebon dan daerah Indonesia lainnya. Motif batik ini mempunyai kekhasan yang tidak ditemui di daerah penghasil batik lain. Bahkan karena hanya ada di Cirebon dan merupakan masterpiece, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI akan mendaftarkan motif megamendung ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah satu world heritage.'

Motif megamendung sebagai motif dasar batik sudah dikenal luas sampai ke manca negara. Sebagai bukti ketenarannya, motif megamendung pernah dijadikan cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design, karya seorang berkebangsaan Belanda bernama Pepin van Roojen. Kekhasan motif megamendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam motifnya.

Hal ini berkaitan erat dengan sejarah lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon. H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds, Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) menyatakan bahwa:
“ Motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya ". Pernyataan ini tidak bermaksud membatasi bagaimana motif megamendung diproduksi, tapi lebih kepada ketidaksetujuan penggunaan motif megamendung untuk barang-barang yang sebenarnya kurang pantas, seperti misalnya pelapis sandal di hotel-hotel.




SEJARAH MOTIF
Sejarah timbulnya motif megamendung berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.

Dalam faham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.

Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang masuknya budaya dan tradisi China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi China ke dalam motif batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada perbedaan antara motif megamendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon, garis awan cenderung lonjong, lancip dan segitiga.

Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat yang mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut. Para pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari Cirebon menuju ke arah barat daya atau menuju ke arah Bandung. Oleh karena itu, sampai sekarng batik Cirebon identik dengan batik Trusmi.



UNSUR MOTIF
Motif megamendung yang pada awalnya selalu berunsurkan warna biru diselingi warna merah menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena dalam proses pembuatannya ada campur tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada awalnya merintis tradisi batik. Warna biru dan merah tua juga menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka dan egaliter.

Selain itu, warna biru juga disebut-sebut melambangkan warna langit yang luas, bersahabat dan tenang serta melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Warna biru yang digunakan mulai dari warna biru muda sampai dengan warna biru tua. Biru muda menggambarkan makin cerahnya kehidupan dan biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan dan memberi kehidupan.

Dalam perkembangannya, motif megamendung mengalami banyak perkembangan dan dimodifikasi sesuai permintaan pasar. Motif megamendung dikombinasi dengan motif hewan, bunga atau motif lain. Sesungguhnya penggabungan motif seperti ini sudah dilakukan oleh para pembatik tradisional sejak dulu, namun perkembangannya menjadi sangat pesat dengan adanya campur tangan dari para perancang busana. Selain motif, warna motif megamendung yang awalnya biru dan merah, sekarang berkembang menjadi berbagai macam warna. Ada motif megamendung yang berwarna kuning, hijau, coklat dan lain-lain.


PROSES PRODUKSI
Proses produksinya yang dahulu dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, dengan pertimbangan ekonomis diproduksi secara besar-besaran dengan cara disablon (printing) di pabrik-pabrik. Walaupun kain bermotif megamendung yang dihasilkan dengan proses seperti ini sebenarnya tidak bisa disebut dengan batik.

Wujud motif megamendungpun yang dulunya hanya dikenal dalam wujud kain batik, sekarang bisa ditemui dalam berbagai macam bentuk barang. Ada yang berupa hiasan dinding lukisan kaca, produk-produk interior seperti ukiran kayu maupun produk-produk peralatan rumah tangga seperti sarung bantal, sprei, taplak meja dan lain-lain.

id.wikipedia.org/wiki/Batik_Megamendung

More Sharing ServicesShare|Share on facebookShare on myspaceShare on googleShare on twitter

Diposkan oleh Esa Davesa
Date:
Tags : Cirebon, Objek Wisata, Sejarah

Perlukah Keberadaan Menwa di Kampus??





Keberadaan Resimen Mahasiswa di perguruan tinggi terus – menerus mendapat kritik dan perlawanan dari mahasiswa yang tidak sependapat atau anti TNI. Sebagian mahasiswa menghendaki MENWA dibubarkan, disisi lain anggota MENWA masih mengharapkan MENWA tetap exist di kampus perguruan tinggi. Masalah tersebut kalau tidak segera diselesaikan akan menjadi besar oleh karena itu SKB 3 Menteri yang lama diganti dengan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia No.KB/14/M/X/2000, No. 6/U/KB/2000 dan No.39 A Tahun 2000, tanggal 11 Oktober 2000, tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa (MENWA) yang lahir sebagai respon positif akibat terjadinya perubahan paradigma di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. SKB baru itu intinya menyatakan bahwa kewenangan TNI sudah terputus atau tidak ada jalur struktural lagi dengan UKM Resimen Mahasiswa.
Pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa dalam melaksankan fungsi perlindungan masyarakat menjadi tanggung jawab Menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah. Namun demikian kunci pokok keberhasilan kegaiatan MENWA akan sangat ditentukan oleh sikap keteladanan yang dipancarkan oleh Resimen Mahasiswa sendiri

Kalau kita flashback ke masa lalu bahwasanya Menwa ini adalah bagian dari SKB 3 Menteri tahun 1978 yang diberlakukannya NKK/BKK yang dimana Mahasiswa di berangngus atau dimatikan dalam hal kebebasan berpendapat,yang pada saat itu Menwa bertugas untuk memata-matai sesama rekannnya yang guna menjaga stabilitas Negara.Biarkan saja masa kelam itu berlalu berdasarkan SKB 3 MENTERI tahun 2000 ,Keberadaan Menwa saat ini diserahkan kepada Perguruan Tinggi masing-masing sehingga pengawasan saat ini dilakukan oleh kampus masing-masing dan yang pernah saya ketahui menwa sekarang telah bermetamorfosis sesuai rulenya sebagai Mahasiswa.Dan kalau kita meninjau secara yuridis Menwa ini berpegang kepada pasal mengenai bela Negara yakni Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 30 ayat 1,berdasarkan Pasal-pasal tersebut keberadaan Menwa tidak lepas dari tujuannya untuk bela Negara.Selain itu tujuan menwa Sebagai wadah penyaluran potensi mahasiswa dalam rangka mewujudkan hak dan kewajiban warga negara dalam bela Negara,Mempersiapkan potensi mahasiswa sebagai bagian dari potensi rakyat dalam rangka Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) serta usaha pengabdian kepada masyarakat dengan mengacu kepada Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dengan tujuan itu semua bisa kita tafsirkan masing-masing bahwasanya keberadaan menwa di kampus saat ini masih sangat relevan dan harus ditingkatkan.Beberapa catatan Permasalahan Resimen Mahasiswa yang utama di kampus adalah mampu atau tidaknya untuk tetap eksis dan selalu mempunyai peran yang konseptual dalam dunia kemahasiswaan. Resimen Mahasiswa yang merupakan bagian dari kegiatan kemahasiswaan yang positif sesuai dengan Keputusa Bersama Tiga Menteri yaitu Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada tanggal 11- Oktober 2000 dengan Nomor : KB/14/M/XI/2000, 6/U/KB/2000, dan 39A Tahun 2000 tentang pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa untuk menghasilkan Sarjana plus serta generasi yang mengerti dan setia pada Konstitusi Negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Resimen Mahasiswa haruslah memenuhi beberapa kriteria berikut :
Resimen mahasiswa harus bebas dari muatan politik dan kekuasaan, serta primordialisme. Resimen Mahasiswa adalah Resimen Pendidikan (Training Corps), wadah penggemblengan generasi muda, khususnya mahasiswa untuk menghasilkan calon pemimpin yang berkwalitas dan berwawasan kebangsaan.

Sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan kemahiran berorganisasi. Resimen mahasiswa hendaknya dapat membekali anggotanya dengan leadership dan manajemen yang bertujuan untuk menghasilkan Sarjana plus. Selain itu Menwa adalah wadah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan nilai-nilai keprajuritan dan kebangsaan seperti nasionalisme, patriotisme, berani, loyal, disiplin, berdedikasi tinggi, pantang menyerah, adil dan jujur yang sangat diperlukan dalam era globalisasi dewasa ini.
Nilai-nilai keprajuritan dan kebangsaan akan membentuk etos kerja yang tinggi dan daya tahan luar biasa. bila didukung oleh intelektual yang baik dan leadership yang tangguh serta manajemen yang handal akan menghasilkan pemimpin yang tangguh, berdedikasi, berwawasan kebangsaan dan menjunjung profesionalisme.
Sebagai bagian dari masyarakat akademis anggota Menwa haruslah menjunjung “human right” menghormati orang lain harus hidup bersama dalam perbedaan. Dalam masyarakat kampus yang kita junjung adalah keilmiahan, kejujuran dan kebenaran atau objektifitas. Selain itu terdapat sikap saling menghormati, saling menghargai pendapat orang lain. Kalau ada orang yang tidak setuju dengan MENWA jangan dimusuhi.
Khusus kepada para senior dan pemimpin satuan dalam pembinaan di Resimen Mahasiswa haruslah dapat menyediakan tantangan. Tantangan yang terus menerus akan membentuk orang mempunyai “naluri tempur”. Naluri yang akan membuat seorang menjadi rakus akan tugas-tugas, hal ini bila dilatih terus menerus akan menimbulkan etos kerja.



view : http://fdkm.blogspot.com/2012/07/perlukah-keberadaan-menwa-di-kampus.html

Subhanallah, Bayi Ini Lahir Membawa Al-Quran di Tangan



Allah SWT tak pernah berhenti menunjukkan kuasa-Nya. Seorang bayi di Nigeria lahir sembari membawa Alquran dari rahim ibunya. Sejatinya, ibu bayi tersebut beragama Kristen, tapi pascamelihat mukjizat Allah tersebut, sang ibu dan nenek bayi tersebut langsung mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan diri masuk Islam.




Seperti diberitakan harian Pmnewsnigeria, Senin (14/5) kemarin, bayi tersebut lahir di 112 Olateju Street, Mushin, Lagos State, Nigeria Barat Daya pada 7 Mei 2012 lalu. Saat keluar dari rahim ibundanya, bayi tersebut membawa sebuah Mushaf kecil di tangannya.




Kikelomo Ilori, nama ibu bayi tersebut. Wanita 32 tahun yang bekerja sebagai seorang ahli kecantikan langsung mengganti namanya menjadi Sherifat ketika masuk Islam. Hal itu diikuti nenek bayi tersebut yang mengganti namanya menjadi nama Islam.




Kelahiran bayi tersebut pun menyedot perhatian para ulama di negara benua hitam tersebut. Para ulama di Nigeria berkumpul untuk memberikan nama kepada bayi tersebut. Setelah menyampaikan ceramah singkat, seorang ulama Nigeria, Ustad Abdul Rahman Olanrewaju Ahmed, memberikan nama kepada bayi tersebut Abdul Wahab Iyanda Aderemi Irawo.




Untuk menghindari syirik dan kesesatan, Ustad Abdul Rahman juga menasihati sang ibu bila bayinya bukanlah seorang nabi, meskipun ia terlahir dari rahimnya sambil memegang Alquran. Menurutnya, kejadian itu merupakan kehendak Allah, untuk mengirim bayi tersebut ke dunia dengan cara yang menakjubkan.




Dalam acara pemberian nama itu, turut hadir ulama setempat, Sheikh Abdulraman Sulaiman Adangba, Ketua Nasrulifathi Society of Nigeria, NASFAT, Ustadz Alhaji Abdullahi Akinbode, dan Dr Ramoni Tijani dari Alifathiaquareeb Islamic Society of Nigeria.




Kelahiran sang bayi pun memberi berkah bagi tetangga sekampung. Pedagang tumpah ruah menjual berbagai souvenir terkait bayi tersebut, mulai dari kaos, tasbih, dan foto bayi tersebut.




Tak heran bila kelahiran bayi tersebut dianggap kontroversi sebagian pihak. Sebagian pihak berkata mustahil, tapi sebagian lainnya menganggap kejadian tersebut adalah kuasa Tuhan, dimana tak ada yang mustahil bagi-Nya.




Bahkan, seorang dokter dipecat gara-gara mengatakan kejadian tersebut adalah hoax alias berita bohong. Padahal saksi, media dan ibunya sendiri menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.


view in youtube http://www.youtube.com/watch?v=LYb6GL-0v-Q

WISATA DI SETU , SEDONG KIDUL, CIREBON



Sekilas Setu Sedong

Setu (waduk) Sedong merupakan waduk buatan di wilayah kec. Sedong Kab. Cirebon Jawa Barat. Setu ini berfungsi menampung air hujan dan sungai sebagai pengairan daerah pertanian sekitar kec. Sedong. Manfaat yang di peroleh dari setu ini begitu besar. Selain sebagai pengairan dan irigasi, Setu Sedong juga menyimpan kelebihan air pada musim hujan. Dengan kedalaman 5-10 meter, dengan luas hampir 150 hektare, jelaslah bahwa penampungan air untuk kebutuhan irigasi tercukupi, dengan syarat tidak terjadi kekeringan berkepanjangan di daerah ini.






Setu sedong dapat di kunjungi lewat dua jalur, yaitu jalur Cirebon dan jalur Sindang Laut. Dari arah Cirebon, belok kanan sedangkan dari arah Sindang Laut belok kiri. Jalan menuju Setu Sedong begitu menanjak. Pada beberapa jalan, kita melewati area persawahan yang di tumpang sari dengan tanaman Mangga. Setelah sampai, kita dapat mengitari setu sedong dari arah selatan. Di selatan area ini juga terdapat area persawahan yang begitu hijau, menambah sejuk pemandangan yang ada.






Bagi sahabat sekalian yang suka memancing, jangan khawatir, di Setu Sedong banyak ikannya. Memancing di sini tidak dipungut biaya. Dari pengalaman pemancing, lumayanlah untuk sekedar menghibur dengan sensasi menyentak pancingan.






Tempat yang bagus untuk melihat keseluruhan Setu Sedong adalah dengan memutar ke sebelah kiri dari jalan masuk. Kemudian akan ada semacam dermaga yang menjorok ke dalam Setu Sedong. Nah dari sini terlihat jelas keindahan setu ini.






Sebenarnya semua objek yang didukung dengan keindahan alam sekelilingnya menawarkan pesona alam yang eksotis. Namun terkadang tak seorang pun ada yang mempunyai ide brillian untuk mengembangkan daerah-daerah seperti ini menjadi kawasan hijau yang indah yang membuat orang mengunjungi tempat tersebut. Coba seandainya objek-objek keindahan alam seperti ini dioptimalkan, saya yakin akan banyak pengunjung yang datang. Karena pada dasarnya, manusia menyukai dan membutuhkan keindahan bagi jiwanya.






Setu sedong ini bagus untuk dikunjungi kapan saja. Moment yang paling tepat untuk mengunjunginya adalah sore hari. Ketika sore hari, suhu udara tidak terlalu panas. Pantulan sinar jingga dari matahari pada sore hari pada riak-riak air sungguh mampu untuk menghilangkan penat seharian sehabis bekerja, jika kita mengunjunginya setelah bekerja. Selain itu aktivitas penduduk sekitar menambah rasa haru akan keuletan para petani mengolah sawah mereka dari kecil hingga mendekati panen. Sungguh kesabaran yang hebat. Selain itu ada penggembala kerbau yang memandikan kerbaunya dengan tulus. Suatu harmonisasi alam yang sekarang jarang ditemui. Ahh, betapa hdup ini indah.